Jumat, 15 Oktober 2010

Etika Profesi Tenaga Kesehatan (Bidan) Dalam Menangani Ibu dan Anak


01.37 |

Maraknya kasus dugaan malpraktik belakangan ini, khususnya di bidang perawatan ibu dan anak, menjadi peringatan dan sekaligus sebagai dorongan untuk lebih memperbaiki kualitas pelayanan. Melaksanakan tugas dengan berpegang pada janji profesi dan tekad untuk selalu meningkatkan kualitas diri perlu untuk selalu dipelihara. Kerja sama yang melibatkan segenap tim pelayanan kesehatan perlu dieratkan dengan kejelasan dalam wewenang dan fungsinya. Oleh karena tanpa mengindahkan hal-hal yang disebutkan tadi, maka konsekuensi hukum akan muncul tatkala terjadi penyimpangan kewenangan atau karena kelalaian. Sebagai contoh umpamanya, terlambat memberi pertolongan terhadap pasien yang seharusnya segera mendapat pertolongan, merupakan salah satu bentuk kelalaian yang
tidak boleh terjadi. Mengenai hal itu jelas dapat diketahui dari Pasal 54 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, yaitu: “Tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.” Selanjutnya dari penjelasan pasal tersebut dapat diketahui bahwa tindakan disiplin berupa tindakan administratif, misalnya pencabutan izin untuk jangka waktu tertentu atau hukuman lain sesuai dengan kesalahan atau kelalaian yang dilakukan. Khusus berkenaan dengan wewenang bidan diatur di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 363/Men.Kes/Per/IX/1980 tentang Wewenang Bidan. Dari sudut hukum, profesi tenaga kesehatan dapat diminta pertanggungjawaban berdasarkan hukum perdata, hukum pidana, maupun hukum administrasi. Tanggung jawab dari segi hukum perdata didasarkan pada ketentuan Pasal 1365 BW (Burgerlijk Wetboek), atau Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Apabila tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya melakukan tindakan yang mengakibatkan kerugian pada pasien, maka tenaga kesehatan tersebut dapat digugat oleh pasien atau keluarganya yang merasa dirugikan itu berdasarkan ketentuan Pasal 1365 BW, yang bunyinya sebagai berikut: “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hati.” Dari segi hukum pidana juga seorang tenaga kesehatan dapat dikenai ancaman Pasal 351 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Ancaman pidana tersebut dikenakan kepada seseorang (termasuk tenaga kesehatan) yang karena kelalaian atau kurang hati-hati menyebabkan orang lain (pasien) cacat atau bahkan sampai meninggal dunia. Meski untuk mengetahui ada tidaknya unsur kelalaian atau kekurang hati-hatian dalam tindakan seseorang tersebut perlu dibuktikan menurut prosedur
hukum pidana. Ancaman pidana untuk tindakan semacam itu adalah penjara paling lama lima tahun. Tentu saja semua ancaman, baik ganti rugi perdata maupun pidana penjara, harus terlebih dahulu dibuktikan berdasarkan pemeriksaan di depan pengadilan. Oleh karena yang berwenang memutuskan seseorang itu bersalah atau tidak adalah hakim dalam sidang pengadilan. Tanggung jawab dari segi hukum administratif, tenaga kesehatan dapat dikenai sanksi berupa pencabutan surat izin praktik apabila melakukan tindakan medik tanpa adanya persetujuan dari pasien atau keluarganya. Tindakan administratif juga dapat dikenakan apabila seorang tenaga kesehatan:
1. melalaikan kewajiban;
2. melakukan sesuatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat oleh seorang tenaga kesehatan, baik mengingat sumpah jabatannya maupun mengingat sumpah sebagai tenaga kesehatan;
3. mengabaikan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh tenaga kesehatan;
4. melanggar suatu ketentuan menurut atau berdasarkan undang-undang.
Selain oleh aturan hukum, profesi kesehatan juga diatur oleh kode etik profesi (etika profesi). Namun demikian, menurut Dr. Siswanto Pabidang, masalah etika dan hukum
kadangkala masih dicampur baurkan, sehingga pengertiannya menjadi kabur. Seseorang yang melanggar etika dapat saja melanggar hukum dan tentu saja seseorang yang melanggar hukum akan melanggar pula etika. Oleh karena itu, menurut Samil RS1 yang mengutip pernyataan Davis & Smith, bahwa ada hubungan antara etik kedokteran dan hukum kedokteran, yaitu:
1. sesuai etik dan sesuai hukum;
2. bertentangan dengan etik dan bertentangan dengan hukum;
3. sesuai dengan etik tetapi bertentangan dengan hukum; dan
4. bertentangan dengan etik tetapi sesuai dengan hukum.

Dadang Hatma .S
Fakultas Hukum
Unika Widya Karya
Malang


You Might Also Like :


0 komentar:

Posting Komentar